Skip to main content

Makalah Reasuransi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebelum menguraikan pengertian reasuransi, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian asuransi, karena timbulnya reasuransi tersebut tidak lain diawali dengan adanya asuransi. Pengertian asuransi atau pertanggungan dapat dilihat dalam ketentuan pasal 246 KUHD yang menentukan : Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan nama seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Menurut Undang-Undang Bisnis Asuransi, usaha reasuransi merupakan usaha yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.
Pada  reasuransi ada asuransi kerugian  umum, yang menliputi asuransi kebakaran; asuransi laut; dan asuransi mobil. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1992 ditentukan bahwa setiap perjanjian reasuransi harus dibuat secara tertulis dan tidak merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung ulang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian reasuransi?
2.      Apa yang dimaksud dengan reasuransi umum?
3.      Bagaimana reasuransi pada asuransi jiwa?
4.      Jelaskan dasar-dasar fungsi asuransi!
5.      Bagaimana kepastian hukum pada perjanjian reasuransi?
6.      Bagaimana metode penempatan dan bentuk-bentuk reasuransi?
7.      Siapa saja pelaku usaha reasuransi?
8.      Bagaimana hak dan kewajiban perusahaan reasuransi apabila terjadi likuidisi?
9.      Bagaimana penyelesaian klaim reasuransi?


C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Apa pengertian reasuransi
2.      Untuk mengetahui reasuransi umum
3.      Untuk mengetahui bagaimana reasuransi pada asuransi jiwa
4.      Untuk Mengetahui dasar-dasar fungsi asuransi
5.      Untuk mengetahui metode penempatan dan bentuk-bentuk reasuransi
6.      Untuk mengetahui pelaku usaha reasuransi
7.      Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban perusahaan reasuransi apabila terjadi likuidisi
8.      Untuk mengetahui penyelesaan klaim reasuransi.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asuransi
Reasuransi ialah mempertanggungkan kembali sejumlah risiko oleh suatu perusahaan asuransi kepada perusahaan asuransi lainnya (reinsurer).[1]
Perjanjian reasuransi adalah perjanjian di antara satu pihak untuk mempertanggungkan kembali risiko yang telah diterimanya kepada pihak lain.[2]
Menurut Blacks Law Dictironary, reasuransi adalah asuransi atas semua atau sebagian dari risiko yang ditanggung oleh sebuah perusahaan asuransi oleh penanggung kedua yang menerima risiko dengan imbalan suatu persentase dari premi asli.
Reasuransi adalah suatu alat bagi sebuah perusahaan asuransi untuk menghindarkan ancaman bencana katastropik dalam pelaksanaan mekanisme asuransi.[3]
KUH Perdata dan KUHD tidak memuat pengertian dari perjanjian reasuransi. Pengertian perjanjian reasuransi secara khusu tidak pula ditemukan dalam Undang-Undang Bisnis Asuransi.[4]
Menurut Undang-Undang Bisnis Asuransi, usaha reasuransi merupakan usaha yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.[5]
Istilah reasuransi telah menimbulkan banyak kebingungan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah tersebut, sehingga seringkali dikaitkan dengan risiko-risiko yang dialihkan, risiko-risiko yang diterima, konsolidasi dan pengganbungan, asuransi atas risiko di atas jumlah tertentu (excess insurance), dan dalam kaitan lain-lain. Istilah tersebut sekarang tidak lagi memiliki pengertian tunggal. Bagi praktisi hukum asuransi, istilah reasuransi hanya mempunyai satu pengertian, yaitu pengalihan risiko oleh suatu penanggung kepada penanggung lain atas semua atau sebagian dari risikonya atas imbalan sebagian premi yang ada dan dalam perjanjian tersebut tanggung jawab reasuradur semata-mata kepada penanggung. Dalam perjanjian tersebut pihak yang merasuransikan yang memelihara semua hubungan dengan tertanggung asli dan menangani semua urusan sebelum dan sesudah timbul klaim. Dengan demikian reasuransi berfungsi sebagai suatu mekanisme pengalihan dan penyebaran risiko bagi perusahaan asuransi untuk melindungi dirinya dari bencana kesulitan keuangan kepada perusahaan lain. Penyebaran risiko atau ancaman yang terkait dengan bisnis penjaminan risiko tersebut berdasarkan mekanisme perjanjian reasuransi memungkinkan penanggung untuk menjamin risiko melebihi kemampuan sendiri dengan memanfaatkan dukungan kekuatan finansial pihak ketiga.[6]
B.     Reasuransi umum
                        Reasuransi umum kita jumpai pada asuransi kerugian seperti:
a.       Asuransi kebakaran;
b.      Asuransi laut;
c.       Asuransi mobil.[7]
Dapat kita golongkan beberapa macam reasuransi umum yang ada kaitannya dengan sifat kontrak yang telah dibuat.
a.       Reasuransi fakultatif
Reasurasni fakultatif tidak mutlak, yang berarti apa yang hendak direasuransikan dirundingkan terlebih dahulu.
Setiap risiko yang akan dipindahkan dipertimbangkan sendiri oleh masing-masing perusahaan asuransi. Perusahaan reasuransi dapat menerimanya atau menolak risiko yang dipindahkan padanya. reasuransi bisa terlaksana bilamana telah tercapai persetujuan antara perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
b.      Reasuransi dengan perjanjian
Sebelum diadakan kontrak reasuransim terlebih dahulu diadakan perjanjian; perusahaan asuransi berhak untuk menentukan risiko-risiko mana yang ditanggung sendiri oleh perusahaan. Setelah itu baru ditetapkan jumlah yang hendak direasuransikan.
Reasuransi dengan perjanjian ini dapat kita bagi lagi atas:
1)      Reasuransi perjanjian otomatis
Perusahaan asuransi menetukan terlebih dahulu semua risiko dalam perusahaan. Setelah itu ditetapkan batas retensi, berapa risiko yang ditahan dalam perusahaan. Sisanya dipindahkan kepada perusahaan reasuransi (reinsurer), dengan mana secara otomatis diterima oleh perusahaan reasuransi tersebut.
2)      Reasuransi perjanjian dengan quota share
Dalam bentuk ini ditentukan berapa bagian (%) yang akan dipikul oleh masing-masing pihak bilamana terjadi kerugian. Jadi, pembagian risiko segala sesuatu di atas retensi akan diperhitungkan oleh masing-masing perusahaan.
Umpama:
Quota share dikatakan 60% oleh perusahaan asuransi 40% lebih perusahaan reasuransi.
Bila kerugian di ata batas retensi, katakanlah Rp. 100.000,00, maka 60% akan ditanggung oleh perusahaan asuransi (Rp. 60.000,00) sedangkan 40% akan ditanggung oleh perusahaan reasuransi (Rp. 40.000,00).
c.       Reasuransi atas dasar excess of loss
Perjanjian reasuransi dengan excess of loss umumnya dipakai bilamana:
1)      Jumlah uang pertanggungan besar;
2)      Jumlah kerugian-kerugian yang besar pula, di atas batas retensi.
Untuk memperkecil risiko, perusahaan asuransi mengadakan perjanjian excess of lossreinsurance.
d.      Retrosessi
Retosessi ialah mereasuransikan kembali yang telah direasuransikan. Retosessi kita temui karena perusahaan reasuransi tidak sanggup menerima/menanggung semua risiko yang dipindahkan padanya, untuk kemudian digeserkan lagi kepada reinsurer yang lain. Hal ini disebabkan karena:
1)      Batas retensi perusahaan terbatas;
2)      Risiko-risiko besar, dalam arti jumlah yang dipertanggungkan.
Jadi perlu diadakan retosessi untuk memperkecil kerugian/risiko-risiko yang mungkin dideritanya.[8]
C.     Reasuransi pada Asuransi Jiwa
            Kontrak Reasuransi pada Asuransi Jiwa dapat kita bagi atas dua macam, yaitu:
1.      Reasuransi secara otomatis (automatic reinsurance contact);
2.      Coinsurance tidak dipergunakan di indonesia.
Dalam penggunaan automatic contract yang lazim dipakai ialah sistem yang berdasar kepada pembayaran natural premium (increasing premium).
Untuk asuransi biasa, sistem pembayaran premi dengan natural premium tidak dipergunakan orang, yang banyak digunakan ialah pada asuransi jiwa terutama pada reasuransi. Oleh karena itu, dalam asuransi jiwa dalam reinsurance yang direasuransikan ialah annuitu of risks. Selain daripada automatic contracts dipakai pula facultive contracts (kontrak secara fakultatif)
Umpama:
            Reinsurance pada life insurance banyak dijalankan, karena dalam hal ini sejalan dengan increasing of risk (meningkatknya risiko sebab bertambah tua seseorang, risiko bertambah besar)[9]

D.    Dasar-Dasar Fungsi Asuransi
Melindungi perusahaan dari kerugian tidak biasa Fungsi reasuransi dapat dikelompokan sebagai berikut :
a.       Menaikkan kapasitas perusahaan untuk menutup lebih banyak asuransi bagi pemegang polis, baik melalui jumlah pola yang lebih banyak ataupun nilai pertanggungan yang lebih tinggi.
b.      Melindungi perusahaan dari kerugian tidak biasa yang bersifat katastropik.
c.       Menjaga kestabilan hasil usaha asuransi (underwritting result) dengan mencegah fluktuasi yang tinggi dari berbagai rasio, operasi operasi dari tahun ke tahun.
d.      Sebagai fasilitas untuk mempertahankan surplus perusahaan.[10]
e.       Memperoleh bantuan teknis dan keahlian yang dapat sangat berharga bagi penanggung, baik dalam memasuki bisnis maupun melakukan perluasan kepada bidang-bidang baru.
Satu atau lebih dari tujuan-tujuan di atas mungkin tersedia dalam setiap program reasuransi, dirancang sesuai keperluan masing-masing penanggung.[11]

E.     Kepastian hukum pada perjanjian reasuransi
Dalam Pasal 16 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1992 ditentukan bahwa setiap perjanjian reasuransi harus dibuat secara tertulis dan tidak merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung ulang.
Perjanjian reasuransi adalah perjanjian antara perusahaan asuransi dan pihak ketiga yang akan menjamin perusahaan asuransi dari kerugian. Perjanjian tersebut memberikan kewajiban kepada pihak ketiga untuk membayar kerugian yang timbul kepada penanggung apabila penanggung melakukan pembayaran berdasarkan polis asli. Sebagai suatu mekanisme pengalihan risiko dari penanggung ke reasuradur, penyelesaian klaim adalah hal pokok dalam perjanjian reasuransi. Penyelesaian klaim dari reasuradur merupakan kunci bagi penanggung untuk memenuhi kewajibanya kepada tertanggung apabila timbul klaim.
Sementara perjanjian reasuransi merupakan perjanjian tertulis, sebagian besar transaksi reasuransi dibuat secara ringkas dan sederhana sehingga terdapat hal-hal penting yang belum tentu dicantumkan dengan jelas dalam perjanjian reasuransi terutama menyangkut kewajiban reasuradur apabila timbul klaim. Industri asuransi secara universal mengisi kekosongan tersebut dengan penerapan asas yang disebut asas Follow the Fortune. Asas Follow the Fortune mencakup setiap hal “ yang dalam suatu hubungan asuransi, berkembang secara automatis dari risiko asli tanpa tindakan apap pun dari pihak penanggung”, Risiko asli terdiri dari risiko yang terdapat dalam asuransi atas kepentingan yang diasuransikan (underwriting risk) dan risiko membuat perjanjian asuransi (contract risk).
Berdasarkan sejarahnya, asas Follow the Fortune merupakan klausul penyelesaian klaim. Dalam perkembangannya, ha,pir semua yurisdiksi menganggap klausul-klausul seperti ini sebagai asas Follow the Fortune dan memberikan definisi sebagai klausul pembayaran kerugian yang dalam hal tidak terdapat ketentuan yang bertentangan, mengikat reasuradur untuk membayar bagiannya atas penyelesaian klaim yang timbul yang dilakukan oleh penanggung di bawah polis asli, kecuali apabila kerugian di luar lingkup asuransi berdasarkan hukum. Atau kerugian dalam hal perjanjian reasuransi yang berjalan bersamaan dengan polis yang menjadi dasar perjanjian reasuransi, di luar polis menurut hukum; atau penyelesaian klaim bersifat penipuan, hadil tindak kolusi, tidak mengandung itikad baik atau dilakukan secara tidak jujur; atau penanggung telah gagal mengambil langkah-langkah bisnis sewajarnya yang dianggap perlu dengan secara patut dan hati-hati menyelidiki dan menentukan jumlah kerugian.
Istilah Follow the Fortune ditemukan dalam perjanjian reasuransi yang memuat persetujuan reasuradur untuk mengikuti klaim penanggung yang timbul dari perjanjian asuransi sesuai dengan persyaratan-persyaratan perjanjian tersebut. Dampak dari istilah tersebut adalah bahwa reasuradur berbagi hasil underwriting (underwriting fortune) atau hasil usaha, baik atau buruk yang menimpa penanggung. Reasuradur tidak diwajibkan untuk membayar klaim-klaim ex gratia di bawah ketentuan ini tetapi mungkin setuju untuk mengikutinya. Follow the Fortune adalah sebuah klausul dalam perjanjian reasuransi yang menyatakan keinginan untuk membangun kemitraan sehingga reasuradur ikut menanggung (share) apap pun nasib, baik atau buruk, yang menimpa pihak yang mereasuransikan.
Untuk memastikan “integritas dan daya tawar reasuradur”, pada tahun 1985 dalam kauss Scor, pengadilan banding menyimpulkan bahwa, secara umum, janji reasuradur “untuk mengikuti penyelesaian klaim’ dibuat dengan tiga persyaratan. Pertama, sebgaimana ditegaskan oleh Lord Mustill salam kasus Hill, “bahwa klaim yang diakui oleh mereka sah termasuk dalam lingkup risiko yang ditanggung dalam polis reasuransi’; kedua, bahwa “dalam menyelesaikan klaim, penanggung telah bertindak secara jujur; dan ketiga, bahwa  “mereka telah mengambil semua langkah-langkah yang wajar dan sesuai aturan bisnis dalam melakukan penyelesaian. Reasuradur berhak untuk membuktikan apabila dikehendaki, bahwa suatu penyelesaian tidak memenuhi satu dari tida persyaratan tersebut. Banyak litigasi yang timbul didasarkan pada persyaratan-persyatan tersebut beserta pertanyaan terkait tentang jangkauan keharusan reasuradur untuk mengikuti dan tidak membantah apa yang telah diselesaikan. Oleh karena itu, apabila tanggung jawab hukum telah diputus oleh pengadikan, reasuradur terikat bukan hanya pada hasilnya, yang dalam hal ini tanggung jawab hukum penanggung, tetapi juga atas apa yang pengadilan temukan atau putuskan untuk mencapai hasil tersebut. Tetapi, House of Lords membalik putusan dalam kasus Axa RE (UK) plc v Filed (1996) tersebut. Akibatnya, adalah masih tidak jelas sejauh mana penafsiran perjanjian asuransi utaa akan mempengaruhi perjanjian reasuransi. Gambaran tersebut menuntut kehati-hatian semua pihak dala pembentukan perjanjian reasuransi dan penyelesaian klaim yang timbul.
Tidak berbeda halnya dengan asas-asas yang berlaku umum terhadap sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata, yaitu kebebasan berkontrak, asas konsesualisme, asas pacta sunt servanda dan asas itikad baik, perjanjian reasuransi berlandaskan asas-asas yang sama. Asas kebebasan berkontrak sudah menjadi praktik umum karena perjanjian reasuransi terutama perjanjian reasuransi fakulatif yang sederhana dan ringkas walaupun tidak ada pembatasan dari bentuk yang dapat diberlakukan. Industi asuransi adalah salahsatu bidang usaha yang sangat mengandalkan adegium itikad sangat baik sebagai landasan kerjasama karena bisnis asuransi sangat tergatung kepada reputasi dan elemen kepercayaan. Perjanjian reasuransi juga tunduk kepada asas kepribadian sebagai dasar menilai untuk menerima atau menolak suatu risiko yang ditawarkan. Dari pengertian asas Follow teh Fortune di atas, tampak bahwa landasan penerapan asas Follow the Fortune dalam perjanjian reasuransi berkaitan erat dengan asas itikad baik dalam KUH Perdata.
Perjanjian reasuransi juga mengenal asas kepatutan dan kebiasaan. Asas kepatutan dan kebiasaan bertujuan untuk menjaga suatu perjanjian dari kemungkinan terdapat hal-hal yang terlupakan (dalam suatu perjanjian tertulis) atau pun hal-hal yang dianggap sudah dengan sendirinya dilakukan atau dipenuhi ataupun dianggap wajar secara automatis telah merupakan suatu bagian dari suatu perjanjian walaupun tidak tertulis kecuali bila ditentukan lain dalam perjanjian terkait.
Pada perjanjian komersial, kewajiban yang disepakati para pihak dicantumkan dalam suatu perjanjian tertulis resmi sementara untuk orang awam seringkali persetujuan tertulis sudah mencukupi. Persyaratan kontrak telah secara tegas disepakati oleh para pihak tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya karena di bawah hukum, baik melalui ketentuan perundang-undangan maupun praktik dagang (trade usage), dapat memuat secara diam-diam (implied) persyaratan tambahan ke dalam kontrak. Di samping itu, pengadilan dalam memasukan (imply) ke dalam kontrak setiap persyaratan yang menurut pengadilan penting untuk emberikan efektivitas komersial suatu kontrak, atau di mana pengadilan penting untuk mempertimbangkan bahwa suatu persyaratan khusus seharusnya sudah termasuk di dalam suatu kontrak tetapi tertinggal secara tidak sengaja oleh para pihak.
Hal tersebut berarti bahwa suatu perjanjian dapat baik tersurat maupun tersirat sebagaimana tampak pada pasal 1339 KUH Perdata yang berkaitan erat dengan hal-hal yang tidak secara tegas diperjanjikan seperti tercantum di bawah ini
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga utnuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Ketentuan pasal 1339 KUH Perdata tersebut didukung pula oleh ketentuan pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi:
Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.
Mengingat sebagian besar penempatan reasuransi atas objek asuransi di Indonesia ditempatkan ke luar negeri, akan timbul pertanyaan mengenai kekuatan ketentuan hukum dalam KUH Perdata tersebut apabila dihadapkan pada pengujian di badan peradilan asing terutama pada negara-negara yang menganut sistem common law apalagi menganut Nota atau Slip Reasuransi Fakulatif dibuat secara sederhana dan umumnya tidak mencantumkan pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa. Tidak tedapat perbedaan di ASEAN dimana perjanjian (Slip) Reasuransi pada umumnya dibuat dalam bentuk yang ringkas dan tidak memuat pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa.[12]
F.      Jenis-Jenis Reasuransi
Perjanjian reasuransi terdiri atas 2 jenis Utama, yaitu Reasuransi Proporsional dan Reasuransi Excess of Loss. Jenis paling umum dari reasuransi Proporsiolnal adalah Quota Share Reisurance dan Surplus Share Reinsurance.  Dalam kedua jenis tersebut pembagian klaim antara penanggung dan reasuradur dilakukan secara prorata. Pada reasuransi Excess of Loss, pembagian klaim tidak dilakukan secara proporsional tetapi untuk kerugian yang melebihi jumlah tertentu yang disepakati.
Bentuk perjanjian reasuransi dapat dibagi dalam dua penggolongan utama, yaitu reasuransi fakultatif dan reasuransi treati atau reasuransi automatis. Pada jenis reasuransi fakultatif, penanggung terlebih dahulu harus menawarkan dan menegosiasikan dengan reasuradur (penanggung ulang) setiap risiko yang hendak direasuransikan untuk ditolak atau diterima dengan syarat-syarat tertentu oleh reasurasur. Penanggung tidak terikat untuk mengajukan risiko-risiko tersebut sejak awalanya dan reasuradur tidak terikat untuk menerimanya. Di bawah perjanjian reasuransi treati atau automatis, reasuradur menyetujui[13] dimuka untuk menerima sebagian dari penerimaan keseluruhan portofolio (gross) dari penanggung atau sebagian dari risiko-risiko tertentu yang memenuhi ketentuan underwritting reasuransi dari reasuradur. Pada umumnya, penanggung wajib untuk memberikan suatu bagian dari risiko yang termasuk dalam lingkup perjanjian reasuransi autoatis yang disepakati kepada reasuradur dan reasuradur wajib menerimanya. Tetapi terdapat juga jenis reasuransi automatis yang mempersyaratkan penanggung untuk memberikan penawaran terlebih dahulu kepada reasuradur dan reasuradur wajib menerima setiap resiko yang ditawarkan ataupun yang dibuat dengan ketentuan lainnya.
Pada Reasuransi treati terdapat dua jenis perjanjian utama, yaitu proportional reinsurance dan excess-loss reinsurance. Proportions reinsurance mengharuskan reasuradur menanggung setiap kerugian yang timbul di bawah perjanjian tersebut. Beberapa bentuk proportions reinsurance  adalah  qouta share treaty dan surplus treaty yang masing-masing membebankan kepada reasuradur jumlah [14]yang proporsional dengan penerimaan reasuransi yang diperjanjikan atas setiap kerugian yang timbul. Dalam quota share treaty. Reasuradur menanggung setiap klaim yang dibayar sedangkan[15]dalam surplus treaty. Penanggung mereasuransikan jumlah di atas risiko yang ditahan sendiri dan kwajiban reasuradur adalah atas jumlah yang diperjanjikan. Sementara itu, pada excess- loss reinsurance. Reasuradur hanya akan bertanggung jawab atas klaim yang timbul yang melebihi jumlah tertentu. Bentuk reasuransi yang lain adalah pooling yang memiliki kemiripan dengan konsep quota share treaty dan umum dilakukan pada asuransi penerbangan dan asuransi kapal laut. Jenis reasuransi adalah sesuatu yang bersifat universal sehingga pada umumnya jenis-jenis reasuransi yang dikenal pada setiap negara adalah sama.[16]


G.    Kedudukan dan hubungan hukum para pihak dalam perjanjian reasuransi
Dalam KUHD dan Undang-undang Bisnis Asuransi tidak terdapt pernyataan tegas mengenai hubungan hukum antara tertanggung dengan reasuradur. Dari ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak yang saling mengikatkan diri, dapat disimpulkan bahwa perjanjian reasuransi adalah sepenuhnya perjanjian antara penanggung pertama dengan reasuradur. Perjanjan ini dapat berlanjut menjadi perjanjian retrosesi, yaitu pengalihan risiko dari suatu reasuradur kepada reasuradur lainnya. Sebagai perbandingan, pada pasal 27 Hukum Bisnis Asuransi Vietnam, secara tegas dicantumkan bahwa penanggung bertanggung jawab sepenuhnya kepada tertanggung atas perjanjian asuransi yang ditutupnya termasuk atas bagian yang direasuransikan. Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa kecuali dipejanjikan lain, perusahaan yang menerima risiko reasuransi tidak diizinkan meminta tertanggung untuk membayar premi langsung kepadanya. Tidak ditemukan ketentuan khusus di Malaysia, dan Filiphina sehingga dapat disimpulkan dari pengertian bahwa “para pihak yang mengikatkan diri” adalah penanggung dan tertanggung, maka kecuali disepakati secara tersendiri, tiak ada hubungan hukum antara tertanggung dan reasuradur.
Tentang hubungan dan tanggung jawab para pihak, dari buku Reinsurance disebutkan antara lain bahwa reasuransi bukan pengambilalihan atau substitusi oleh satu peanggung atas lainnya. Penanggung tetap bertanggung jawab kepada pemegang polis, terlepas dari apakah direasuransikan atau tidak, dan apakah berhasil  menarik klaim dari reasuradur atau tidak. Sehingga penanggung harus berhati-hati dalam memilih reasuradur. Reasuransi bukan kontrak penunjukan pihak ketiga. Pemegang polis dalam polis asli (tertanggung) tidak memiliki hubungan langsung dengan reasuradur, dan tidak memiliki hak untuk menagih langsung kepada reasuradur atau memaksa pelaksanaan oleh reauradur.[17]
H.    Metode Penempatan dan Bentuk-Bentuk Reasuransi
a.       Metode Penempatan Asuransi
1.      Fakultatif
Ciri pokok penempatan reasuransi secara fakultatif adalah adanya kebebasan baik untuk Ceding Company maupun Reasuradur. Ceding Company bebas untuk mereasuransikan pertanggungan yang ditutup, dan Reasuradur bebas pula untuk menerima atau menolak obyek pertanggungan yang tersebut.
Kebebasan yang diberikan masing-masing pihak dalam penempatan reasuransi secara facultatif ini menunjukkan proses yang hampir sama dengan penutupan asuransi langsung yang dilakukan antara Penanggung dengan Tertanggung. Ceding Company, melalui penawaran secara individual (risiko per risiko) kepada Reasuradur, harus full disclosure dalam memberikan data dan informasi mengenai obyek pertanggungan yang ditutup. Ceding Company juga perlu memberikan informasi mengenai terms & conditions atas penutupan tersebut, termasuk kemampuan sendiri (net retensi) Ceding Company. Sebelum memutuskan apakah penawaran dari Ceding Company diaksep atau ditolak, reasuradur melakukan penilaian dan pertimbangan, khususnya yang mencakup aspek underwriting atas obyek pertanggungan tersebut.
Hambatan yang dihadapi dalam penempatan secara facultatative ini antara lain:
a.       Memerlukan banyak tambahan pekerjaan, sehingga biaya administrasi baik pada Ceding Company maupun Reasuradur menjadi tinggi, mengingat banyaknya data dan informasi yang harus disampaikan.
b.      Waktu yang dibutuhkan untuk menempatkan reasuransi cukup lama, khususnya untuk pertanggungan yang mempunyai nilai risiko tinggi dan melebihi batas kapasitas Ceding Company. Terkadang penempatan reasuransi ini melibatkan partisipasi Reasuradur yang cukup banyak untuk ikut mendukung pertanggungan ini.
c.       Kepastian mengenai penutupan pertanggungan tidak dapat langsung diterima oleh Tertanggung, sehingga kurang dapat mendukung operasional perusahaan asuransi.
Disamping hambatan seperti tersebut di atas, penggunaan cara facultative masih banyak dipakai oleh perusahaan asuransi, dengan alasan:
a.       Pertanggungan tersebut telah melebihi kapasitas otomatis (Treaty) yang dimiliki perusahaan asuransi.
b.      Termasuk risiko-risiko yang dikecualikan Treaty.
c.       Membatasi liability Ceding Company dan Reasuradur dalam Treaty terhadap risiko-risiko yang mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi.
d.      Mengurangi beban perusahaan asuransi dalam menghadapi akumulasi risiko yang terlalu besar dalam suatu wilayah atau lokasi tertentu.
e.       Mengadakan pertukaran business dengan perusahaan asuransi lain (reciprocity).
f.       Mendapatkan pengalaman dan keahlian yang dapat diperoleh dari Reasuradur, dalam hal risiko yang sifatnya khusus.
2.      Treaty
Penempatan reasuransi dengan cara Treaty dilakukan melalui suatu perjanjian antara Ceding Company dan Reasuradur berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disetujui bersama. Dalam perjanjian ini, Ceding Company wajib mereasuransi dan reasuradur wajib menerima seluruh risiko yang termasuk dalam perjanjian tersebut.
Dalam perjanjian ini Ceding Company diwajibkan untuk mereasuransikan pertanggungan yang telah diaksep kepada Reasuradur, dan Reasuradur wajib menerima pertanggungan tersebut.
Sebelum tercapainya kesepakatan, Ceding Company dan Reasuradur melakukan negosiasi mengenai syarat dan kondisi perjanjian Treaty ini. Ceding Company harus memberikan data & informasi secara lengkap kepada Reasuradur seperti detail portfolio business yang akan direasuransikan, underwriting policy Ceding Company, Statistik atau pengalaman treaty selama beberapa tahun terakhir. Hal ini sangat diperlukan mengingat dukungan reasuransi yang diberikan Reasuradur bersifat otomatis dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, Reasuradur telah memberikan suatu kepercayaan penuh kepada Ceding Company untuk menerima risiko-risiko yang sesuai dengan syarat dan kondisi yang sesuai dengan syarat dan kondisi yang ada dalam perjanjian Treaty.
Keuntungan yang diperoleh dengan cara Treaty ini antara lain adalah :
a.       Kepastian dukungan reasuransi secara otomatis atas obyek pertanggungan yang ditutup telah diperoleh, sehingga akan membantu perusahaan asuransi dalam menjalankan operasionalnya.
b.      Biaya administrasi yang lebih kecil dibanding dengan cara facultative, mengingat seluruh risiko-risiko dapat seluruhnya di-ceded dalam Treaty tanpa harus menawarkan terlebih dahulu kepada Reasuradur.
3.      Fakultative Obligatory
Facultative Obligatory merupakan kombinasi dari cara facultative pada Ceding Company dan adanya obligation (kewajiban) bagi Reasuradur untuk menerima risiko yang direasuransikan.
Ceding Company tidak mempunyai keharusan untuk memberikan risiko kepada Reasuradur, dan wajib diterima oleh Reasuradur apabila risiko tersebut direasuransikan oleh Ceding Company.
Seperti juga Treaty, cara penempatan facultative obligatory juga berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disetujui bersama melalui suatu perjanjian. Dengan demikian facultative obligatory juga merupakan tambahan kapasitas otomatis yang dimiliki oleh perusahaan asuransi sebagai Ceding Company.
Risiko-risiko yang diberikan oleh Ceding Company kepada Reasuradur, umumnya didistribusikan setelah penggunaan secara penuh kapasitas otomatis dalam treaty, dengan besarnya limit sesuai dengan kelipatan dari kemampuan sendiri Ceding Company, yang disebut dengan “Line”.
Untuk kondisi-kondisi tertentu, facultative obligatory dalam prakteknya sering disebut dengan Open Cover, Broker’s Cover, dan Lines Slip.
4.      Pools
Pool adalah suatu bentuk perjanjian diantara beberapa perusahaan asuransi untuk menempatkan jenis asuransi tertentu dalam suatu sentral, yang kemudian akan dikembalikan ke masing-masing anggota, atau diretrossesikan kepada Retrocessionaire.
Pembentukan Pools antara lain disebabkan oleh adanya persetujuan untuk mengaksep risiko-risiko besar dan mempunyai tingkat risiko besar (large and hazardous risks) yang disebut “Market Pool”, adanya intervensi pemerintah yang disebut “Goverment Pool”, dan jenis asuransi tertentu yang disebut “Underwriting Pool”.
Sistem ini dikelola oleh suatu “Organisasi” yang menerima Business yang diberikan oleh perusahaan asuransi, baik secara langsung, facultative, maupun Treaty, dan selanjutnya akan diretrossesikan kembali kepada anggota Pool sebagai Retrocessionaire maupun bukan anggota Pool. Beberapa contoh yang berkaitan dengan cara kerja Pool yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia, adalah Pool untuk Asuransi Penerbangan Indonesia (Indonesian Aviation Pool), asuransi terhadap risiko-risiko pasar (konsorsium pasar), Custom Bond Pool, dan sebagainya.[18]
b.      Bentuk-Bentuk Reasuransi
1.      ReasuransiProposional
Reasuransi Proporsional adalah bentuk reasuransi atas suatu risiko dengan pembagian saham yang telah ditetapkan, baik untuk Ceding Company maupun Reasuradur. Tanggung jawab masing-masing pihak dalam suatu kerugian (klaim) adalah sesuai dengan saham yang ditetapkan dalam pembagian premi dan liabilitynya.
Contoh :
Sebuah gedung perkantoran diasuransikan kepada perusahaan asuransi A, untuk risiko kebakaran dengan jumlah harga pertanggungan Rp. 2 Milyar dan rate 1,5 %o per tahun serta pertanggungan dimulai sejak tanggal 1/1/98 - 1/1/99. Adapun batas kemampuan perusahaan asuransi sendiri (Own Retention) untuk menanggung jenis risiko tersebut adalah Rp. 600 juta. Pada tanggal 30 Juli 1998 terjadi kebakaran yang mengakibatkan taksiran total kerugian - berdasarkan penilain Independent Loss Adjuster - sebesar Rp. 1,5 Milyar.
Dalam contoh di atas, Ceding Company harus mengasuransikan jumlah pertanggungan di atas Own Retention perusahaan asuransi A sebesar 1,4 Milyar, dengan komposisi saham sebagai berikut :
Harga Pertanggungan :           Rp.      2.000.000.000,- (100%)
Own Retention           :           Rp.      600.000.000,-  (30% of 100%)
Reasuradur      :           Rp.      1.400.000.000,-           (70% of 100%)
Dengan demikian pembagian premi dan klaim berdasarkan proporsi di atas adalah sebagai berikut :
Premi 100% :   Rp. 2.000.000.000,- X 1,5%o =          Rp. 3.000.000,-
Own Retention           :           Rp. 30% X Rp. 3.000.000,-    = Rp.   900.000,-
Reasuradur      :           Rp. 70% X Rp. 3.000.000,-    =          Rp. 2.100.000,-
Klaim 100%    :           Rp. 1.500.000.000,-
Own Retention           :           30% X Rp.      1.500.000.000,-           = Rp.   450.000.000,
Reasuradur      :           70% X Rp.      1.500.000.000,-           =          Rp. 1.050.000.000,
Berdasarkan uraian dan contoh tersebut di atas, hal-hal pokok dalam bentuk reasuransi proporsional adalah:
-          Ceding Company dan Reasuradur mempunyai kepentingan yang sama atas suatu risiko sesuai dengan saham yang ditetapkan.
-          Dilakukan berdasarkan Original Terms & Conditions of Contract (syarat dan kondisi perjanjian asli), yaitu asuransi.
-          Dalam prakteknya, reasuransi proporsional dipergunakan untuk penempatan reasuransi secara facultative, Treaty (Quota Share dan Surplus), serta Facultative Obligatory.
2.      ReasuransiNonproporsional
Dalam reasuransi non proporsional ini, Ceding Company dan Reasuradur tidak membagi proporsi setiap kerugian (klaim) , premi, dan liability, dalam suatu perbandingan yang tetap.
Tanggung jawab Reasuradur baru akan timbul dalam suatu kerugian, apabila kerugian (klaim) tersebut telah melebihi suatu jumlah tertentu yang telah ditetapkan oleh Ceding Company.
Meskipun Ceding Company harus menanggung suatu bagian dari suatu kerugian yang menjadi kewajibannya (liability-nya) di bawah kontrak asuransi yang telah dibuatnya atau diadakannya dengan Tertanggung-nya, bagian dari kerugian yang melibatkan Ceding Company itu tidak harus melibatkan Reasuradur dalam reasuransi non-proporsional. Ini dimungkinkan karena dalam bentuk reasuransi seperti itu Ceding Company menetapkan suatu limit sebagai retensinya, yakni bahwa Ceding Company akan menanggung setiap kerugian sampai suatu jumlah tertentu yang telah ditetapkannya dan Reasuradur hanya akan terlibat di atas jumlah tertentu tersebut.
Dengan demikian, dalam reasuransi non-proporsional:
a.       Pengaturan Ceding Company dan Reasuradur dalam hal premi dan liability tidak selalu sama atau sebanding.
b.      Tidak mengikuti perjanjian aslinya antara tertanggung dan Penanggung langsung (Insurer).
c.       Bentuk-bentuk utama asuransi non proporsional biasanya digunakan dalam Excess of Loss Reinssurance Treaty (Excess of Loss, Stop Loss, Aggregate Excess of Loss).[19]
I.       Pelaku Usaha Reasuransi
Kegiatan penutupan transaksi reasuransi hanya dapat dilakukan oleh pelaku-pelaku usaha yang tersebut dibawah ini.
a.       Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang ( Pasal 4 Undang-Undang Bisnis Asuransi)
b.      Perusahaan asuransi (Pasal 4 Undang-Undang Bisnis Asuransi)
c.       Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dapat melakukan upaya bersama untuk menutup suatu jenis tisiko khusus (Pasal 16A PP No. 63 Tahun 1999)
d.      Perusahaan pialang reasuransi yang bertindak sebagai wakil perusahaan reasuransi dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan perjanjian reasuransi, bukan dalam kedudukan sebagai penanggung risiko (Pasal 5 Undang-Undang Bisnis Asuransi)
Pelaku bisnis reasuransi pada umumnya bersifat universal sehingga pelakunya adalah sama, yaitu perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dengan atau tanpa pialang reasuransi sebagai perantara, kecuali pada negara-negara yang mengizinkan pialang asuransi merangkap sebagai pialang reasuransi dibawah satu izin usaha sehingga terdapat pula kehadiran pialang asuransi dan pialang reasuransi yang demikian.[20]

J.       Hak dan Kewajiban Perusahaan Reasuransi apabila terjadi Likuidisi
Menurut pasal 16 PP No. 73 tahun 1992 perjanjian asuransi harus menyatakan bahwa dalam  perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi di likuidisi, ak dan kewajiban masing-masing yang timbul dala transaksi reasuransi tetao mengikat sampai dengan saat salah satu pihak menikmati keuntungan dari pembebanan kewajiban kepada pihak lainnya apabila pihak lainnya tersebut dilikuidisi. Tidak menemukan aturan kainnya apabila pihak lainnya tersebut dalam Insurance CodeFilipina dan Insurance Act 1996 Malaysia.[21]
K.    Penyelesaian klain reasuransi
Penyelesaian klaim reasuransi akan tergantung pada bentuk atau sifat transaksi reasuransi yang dijalankanoleh Ceding Company danReinsurernya, yakni :
·         Treaty atau Facultative
·         Proportional atau Non – Proportional
·         Kondisidaripada Treaty – nya
1.      Klaim – klaim Facultative harus dapat diselesaikan oleh Reinsurer segera, karena dalam penempatan businessnya semula sifatnya adalah “ individual “  atau khusus, dengan syarat pembayaran premi yang khusus pula, yakni segera.
Dalam klaim Facultative iniapabiladikehendaki, Reinsurer akan banyak ikut campur dalam penanganannya, langsung dan karenanya merasa perlu untuk memeriksa klaim itu langsung juga.
Hal yang demikian apabila banyak baiknya / positifnya, karena dengan demikian justru penanganan serta penyelesaiannya akan menjadi objektif dan sejak semula sudah dapat dimusyawarahkan karena ditangani bersama itu, sehingga Reinsurer yang pada umumnya mempunyai saham lebih besar itu akan lebih mudah pula dalam membayar klaim sesuai dengan bagiannya.
2.      Klaim – klaim Treaty non proportional penyelesaiannyaadalahsegera pula, karena dalam hal pembayaran premi reasuransi nya dilakukan segera pula oleh Ceding Company, bahkan dilakukan dimuka( paid in advance ).
3.      Klaim – klaim Treaty proportional untuk penyelesaiannya tergantung pada bunyi kondisi – klausula yang terdapat dalam Treaty Wordings – nya, antara lain tentang :
·         Reporting atau Non Reporting
·         Accounts
·         Claim Settlement, survey, dansebagainya
·         Cash Loss, dansebagainya.[22]






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Reasuransi ialah mempertanggungkan kembali sejumlah risiko oleh suatu perusahaan asuransi kepada perusahaan asuransi lainnya (reinsurer). Jika menurut Undang-Undang Bisnis Asuransi, usaha reasuransi merupakan usaha yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.
Pada  reasuransi ada asuransi kerugian  umum, yang menliputi asuransi kebakaran; asuransi laut; dan asuransi mobil. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1992 ditentukan bahwa setiap perjanjian reasuransi harus dibuat secara tertulis dan tidak merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung ulang.
Bentuk perjanjian reasuransi dapat dibagi dalam dua penggolongan utama, yaitu reasuransi fakultatif dan reasuransi treati atau reasuransi automatis.
B.     Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.




DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Abbas Salim, M.A. Asuransi dan Manajemen Risiko (Jakarta: Penerbit PT Rajagrafindo Persada. 2012)
Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013)
Azis Abdul, Potensi Sengketa Klaim Asuransi, Sinargrafika: jakarta,  2008


[1] Drs. H. Abbas Salim, M.A. Asuransi dan Manajemen Risiko (Jakarta: Penerbit PT Rajagrafindo Persada. 2012) hal 105
[2] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 209
[3] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 210
[4] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 209
[5] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 209
[6] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 209-210
[7] Drs. H. Abbas Salim, M.A. Asuransi dan Manajemen Risiko (Jakarta: Penerbit PT Rajagrafindo Persada. 2012) hal 107
[8] Drs. H. Abbas Salim, M.A. Asuransi dan Manajemen Risiko (Jakarta: Penerbit PT Rajagrafindo Persada. 2012) hal 107-110
[9] Drs. H. Abbas Salim, M.A. Asuransi dan Manajemen Risiko (Jakarta:Penerbit PT Rajagrafindo Persada. 2012) hal 112
[10]Dr. A. Junaedi Ganie, S.E, S.H., M.H., ANZIF (Snr.Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta :Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 211
[11]Dr. A. Junaedi Ganie, S.E, S.H., M.H., ANZIF (Snr.Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta :Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 211
[12] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 214-219


[15]Dr. A. Junaedi Ganie, S.E, S.H., M.H., ANZIF (Snr.Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta :Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 213-214
[16]Dr. A. Junaedi Ganie, S.E, S.H., M.H., ANZIF (Snr.Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta :Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 214
[17]Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hal 219-220
[18]https://www.akademiasuransi.org/2012/11/metode-dan-cara-penempatan-reasuransi.html?m=1

[19]https://www.akademiasuransi.org/2012/11/bentuk-bentuk-reasuransi.html?m=1

[20] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hlm 220.
[21] Dr. A. Junaedi Ganie, S.E., S.H., M.H., ANZIF (Snr. Assoc.), CIP, AAIK (HC), ChFC, CLU. Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. 2013) hlm 223.
[22] Azisabdul, Potensisengketaklaimasuransi. Sinargrafika, jakarta,  2008

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Makalah Teori Biaya

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Biaya relevan merupakan biaya masa depan yang berbeda pada masing-masing alternatif. Semua keputusan berhubungan dengan masa depan. Karena itu hanya biaya masa depan yang dapat menjadi relevan dengan keputusan. Namun untuk menjadi relevan biaya tidak hanya harus merupakan biaya masa depan, tetapi juga harus berbeda dari satu alternatif dengan alternatif lainnya. Apabila biaya masa depan terdapat lebih dari satu alternatif maka biaya tersebut tidak relevan. Penggunaan konsep biaya relevan untuk penhambilan keputusan penentuan tingkat output dan harga secara tepat membutuhkan suatu pemahaman mengenai hubungan antara biaya dengan output dari suatu perusahaan. Atau dengan kata lain, fungsi biayanya. B. Rumusan Masalah 1. Apa maksud dari konsep biaya relevan? 2. Apa pengertian dari Biaya Eksplisit dan Emplisit ? 3. Apa maksud dari Biaya Incremental dan Sunk Cost? 4. Apa maksud dari Biaya Jangka Panjang dan Biaya Jangka

Makalah Administrasi Perkantoran

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Sistem perkantoran ialah segenap rangkaian prosedur yang telah menjadi pola kebulatan, tata kerja, dan tata tertib dalam penyelesaian sesuatu bidang kerja atau fungsi pokok dalam suatu organisasi.  Misalnya sistem kearsipan atau sistem penyimpanan warkat yang meliputi pedoman-pedoman penyimpanannya, ukuran-ukuran bakunya, alat perlengkapannya, tata cara penaruhan dan pengambilan warkat, tata tertib peminjaman berkas sampai prosedur penyingkiran dan pemusnahan arsip. Menurut Ahli Inggris J.C. Denyer (Office Management, 1975) memberikan definisi sistem perkantoran sebagai berikut: Dapatlah dikatakan bahwa suatu sistem perkantoran adalah urutan baku operasi-operasi dalam suatu kegiatan perusahaan khusus (pembayaran upah, pembuatan faktur penjualan, dan sebagainya) dan berkenaan dangan  bagaimana  operasi-operasi itu dilaksanakan (metode) maupun dengan  dimana  dan  bila mana  dilaksanakan Definisi yang diberikan oleh Terry: Suatu